Peter Pan Syndrome

Arjuna Surya Dharma
Gambar Awal

Peter Pan? Tokoh Kartun?

Menjadi dewasa bukanlah proses yang mudah, ada banyak tanggung jawab yang harus dijalani yang tak jarang membuat seseorang merasa cemas atau enggan menjadi dewasa. Bayangkan saja seseorang yang sudah berumur 25, 30, atau bahkan 40 tahun... tetapi gaya hidupnya masih seperti remaja. Mereka menghindari tanggung jawab, tak suka komitmen, dan lebih memilih kesenangan daripada memikirkan masa depan. Kondisi inilah yang mungkin memicu munculnya Peter Pan Syndrome.

Nama ini diambil dari tokoh fiksi Peter Pan, seorang anak laki-laki dari dunia dongeng bernama Neverland yang terkenal karena tidak pernah mau tumbuh dewasa. Karakter ini diciptakan oleh penulis J.M. Barrie pada awal abad ke-20 dan sejak itu menjadi simbol ‘keabadian masa kanak-kanak’. Dalam cerita, Peter Pan hidup bebas di Neverland, menghindari tanggung jawab dunia nyata, dan menghabiskan hari-harinya bermain bersama peri Tinkerbell dan kawan-kawan.

Istilah Peter Pan Syndrome sendiri pertama kali dipopulerkan oleh psikolog Dr. Dan Kiley pada tahun 1983 melalui bukunya yang berjudul The Peter Pan Syndrome: Men Who Have Never Grown Up. Dalam bukunya, Kiley menggambarkan fenomena orang dewasa yang secara emosional terjebak pada pola pikir dan perilaku remaja sehingga enggan menghadapi tuntutan dan tanggung jawab kehidupan orang dewasa.
‎ ‎

Tanda-Tanda dan Dampak dari Peter Pan Syndrome

Gambar Tengah
Ilustrasi gambar tengah artikel

Menurut Kalkan et al. (2021), Peter Pan Syndrome adalah konsep yang digunakan untuk menggambarkan pria yang tidak pernah tumbuh dewasa meskipun telah mencapai usia dewasa, tetapi tidak mampu menghadapi perasaan dan tanggung jawab dewasa hingga berakibat cenderung berjalan tidak konsisten. Individu dengan Peter Pan Syndrome biasanya mengalami kesulitan dalam hubungan sosial dan profesional karena perilaku tidak bertanggung jawab, narsistik, egois, serta self-esteem yang rendah. Lebih dari itu, individu dengan Peter Pan Syndrome memiliki pemikiran idealis yang membuat mereka menjauh dari kenyataan. Mereka kesulitan mengekspresikan emosi dan menghadapi kekecewaan hidup sehingga membuat mereka mudah menyerah (Mai et al., 2021).

Dalam buku yang diciptakan oleh Kiley, ia menyebutkan tujuh penanda utama Peter Pan Syndrome sebagai berikut:

- Emotional paralysis: Individu mungkin mengalami emosi yang tumpul atau mengekspresikan perasaannya secara tidak tepat.
-Slowness: Individu mungkin merasa apatis, menunda-nunda tugas, dan sering terlambat.
-Social challenges: Individu mungkin merasa cemas dan kesulitan membentuk pertemanan di lingkup sosialnya.
-Avoidance of responsibility: Individu sering menghindari pertanggungjawaban atas kesalahan mereka dan mungkin menyalahkan orang lain.
-Female relationships: Individu mungkin kesulitan dalam hubungan dengan ibu dan memperlakukan pasangan romantis di masa depan sebagai “figur ibu”.
-Male relationships: Individu mungkin merasa jauh dari ayah mereka dan kesulitan dengan figur otoritas pria.
-Sexual relationships: Individu mungkin takut ditolak oleh pasangan romantis dan menginginkan pasangan yang bergantung pada mereka.

● Mengapa Peter Pan Syndrome Bisa Terjadi? ●

- Quarter life crisis: Banyak orang di usia 20–30-an mengalami kebingungan arah hidup, tekanan sosial, dan perbandingan diri dengan teman sebaya. Pada sebagian individu, krisis ini memicu rasa takut menghadapi realita dan membuat mereka bertahan di zona nyaman yang menyerupai ‘masa remaja’ (Kricsfalusi, 2019).
-Pola asuh orang tua: Sejak kecil, semua kebutuhan dipenuhi tanpa usaha. Akibatnya, anak tidak terbiasa mengambil keputusan atau menghadapi konsekuensi. Saat dewasa, hal ini membuat mereka menghindari tanggung jawab.
-Kebingungan peran dan tanggung jawab: Menurut Arini (2019), Peter Pan Syndrome merupakan bentuk kecemasan terhadap tanggung jawab dewasa yang dapat memicu role confusion, yaitu kebingungan dalam menentukan peran dan identitas. Hal ini berujung pada ketidakmampuan menghadapi tugas-tugas perkembangan orang dewasa, seperti membangun karier atau membina hubungan serius.
‎ ‎

● Hubungannya dengan Inner Child? ●
Hasil penelitian Kartasasmita et al. (2023) menunjukkan adanya hubungan antara luka inner child dengan Peter Pan Syndrome. Artinya, semakin kuat luka masa kecil yang belum sembuh, semakin besar kecenderungan seseorang bersikap seperti ‘tidak mau tumbuh dewasa’. Luka inner child yang terbentuk dari pengalaman masa kecil yang menyakitkan atau pola asuh yang kurang sehat sehingga dapat membuat individu mempertahankan pola pikir dan perilaku kekanak-kanakan sebagai mekanisme perlindungan diri. Akibatnya, muncul ciri khas Peter Pan Syndrome, yaitu menghindari tanggung jawab, takut komitmen, dan bergantung pada orang lain.






Daftar Pustaka
Arini, D. P. (2019). Peterpan syndrome phenomenon: Self-identity crisis in forming intimation in adult man. Psikodimensia: Kajian Ilmiah Psikologi, 18(2), 158-166.
Kalkan, M., Batık, M. V., Kaya, L., & Turan, M. (2021). Peter Pan syndrome “men who don’t grow”: Developing a scale. Men and Masculinities, 24(2), 245-257.
Kartasasmita, S., Christopher, V., Chienara, L., Stefanie, A., & Pribadi, M. (2023). Hubungan Antara Peter Pan Syndrome Dan Persepsi Terhadap Inner Child Pada Dewasa Muda. Psikologi Konseling, 14(1), 166-175.
Kricsfalusi, A. (2019). Pán Péterek? - avagy létezik-e kapunyítási pánik a szakképzésből kikerülő fiataloknál - egy vizsgálat utóélete. Opus Et Educatio, 6(2).
Mai, H. M., Vo, T. M., Nguyen, T. T., & Tranchi, V. L. (2021). Vietnamese university students’ perspective on Peter Pan Syndrome. Int J Ayu Med, 12(3), 576-582.
Olele, I. (2024). What is Peter Pan syndrome? Signs and causes. Medical News Today. Retrieved August 13, 2025, from https://www.medicalnewstoday.com/articles/peter-pan-syndrome

Gambar Akhir

Bagikan Artikel