
Kontroversi Tunjangan DPR
Pada 25 Agustus 2025, melalui pesan berantai dalam grup WhatsApp, kelompok yang menamakan diri sebagai Revolusi Masyarakat Indonesia mengajak seluruh elemen masyarakat, dari golongan pekerja hingga pelajar, untuk turun dalam aksi unjuk rasa kepada DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Tuntutan yang diusung mencakup pengusutan dugaan korupsi keluarga mantan presiden Joko Widodo, pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming (Mardianti dan Wibowo, 2025), serta kenaikan tunjangan DPR yang fantastis, terutama tunjangan rumah dengan nilai mencapai Rp50.000.000, sehingga total pendapatan anggota umum DPR mencapai Rp104.051.903 (BBC News Indonesia, 2025).
Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, menjelaskan bahwa adanya tunjangan rumah tersebut diberikan sebagai pengganti fasilitas rumah dinas berdasarkan kebijakan yang dinyatakan melalui surat Setjen DPR Nomor B/733/RT.01/09/2024, Menurutnya, tunjangan tersebut menjadi faktor dari kenaikan senilai dua kali lipat pada pendapatan anggota umum DPR dibandingkan periode 2019-2024.
Egi Primayogha, pengamat Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai bahwa kebijakan tersebut tidak pantas. Menurutnya, saat masyarakat sedang merasakan kesulitan ekonomi, DPR justru menambah beban anggaran hingga Rp 1,74 triliun dalam 60 bulan. Egi menegaskan bahwa dalam memutuskan kebijakan, sudah seharusnya DPR mempertimbangkan aspek etika publik. Bahkan, sebelum adanya tunjangan rumah, tunjangan lainnya yang diterima oleh DPR sudah cukup besar. Sedangkan, banyak instansi lainnya yang keuangannya terpangkas akibat kebijakan efisiensi anggaran. Egi menambahkan, pendapatan anggota DPR tersebut tidak sebanding dengan kinerja para anggota DPR yang dinilai tidak memuaskan.
Sementara itu, Lucius Karus, sebagai pengamat Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), menyampaikan bahwa tunjangan tersebut merupakan “bahasa politik dari istilah subsidi”. Sehingga, berbagai jenis tunjangan, termasuk tunjangan rumah yang dinilai tidak masuk akal dan seperti strategi untuk menambah pendapatan karena jika gaji saja masih belum cukup (BBC News Indonesia, 2025).
Nafa Urbach dari Fraksi Nasdem membela tunjangan rumah dengan alasan mobilisasi DPR dari berbagai daerah ke Senayan. Namun, pernyataannya menuai kritik publik karena dinilai tidak empatik terhadap kondisi ekonomi negara hingga akhirnya ia meminta maaf. Di saat bersamaan, Ahmad Syahroni (Wakil Ketua Komisi III) mengeluarkan komentar tidak pantas kepada masyarakat yang menyerukan pembubaran DPR. Eko Patrio, anggota DPR lainnya, bahkan mengunggah parodi Sound Horeg yang dinilai meremehkan kritik publik. Walau keduanya kemudian mengklarifikasi dan meminta maaf, sikap tersebut semakin memperburuk citra DPR di mata rakyat (Mulyana, 2025).
Ketegangan pun memuncak. Pada 25 Agustus, ribuan massa turun ke jalan meski diabaikan DPR hingga malam hari, lalu bentrok dengan kepolisian. Aksi berlanjut pada 28 Agustus oleh serikat buruh dengan tuntutan penghapusan outsourcing, penolakan upah murah, stop PHK, percepatan pembahasan RUU Ketenagakerjaan dan RUU Perampasan Aset, serta revisi UU Pemilu. Selanjutnya, para pelajar juga turun ke jalan menuntut pembubaran DPR dan pembatalan tunjangan. Situasi memanas ketika kendaraan taktis Brimob melindas seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, yang sedang bekerja. Peristiwa ini memantik empati luas dan melahirkan aksi solidaritas di berbagai daerah, dengan tuntutan agar kepolisian bertanggung jawab serta menjamin keadilan bagi Affan (Sumarni, 2025).
Dugaan Pembungkaman Media dan Intimidasi Jurnalis

Seiring dengan memanasnya aksi demonstrasi, muncul unggahan di X yang menampilkan foto surat dengan kop Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DKI Jakarta tertanggal 28 Agustus 2025. Surat itu ditujukan kepada 66 lembaga penyiaran radio dan televisi di Jakarta, dengan isi larangan untuk menyiarkan liputan aksi demonstrasi. Media juga “dihimbau” untuk tidak melakukan live streaming (Aliansi Jurnal Independen, 2025). Namun, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, secara tegas membantah kabar tersebut dan menyebut kan bahwa informasi tersebut tidak benar. Faktanya, pada hari berlangsungnya aksi, semua televisi nasional menayangkan liputan demo, bahkan radio pun turut menyampaikan laporan terkait demonstrasi tersebut (lpmalmizan. 2025).
“Tugas media adalah menyampaikan kebenaran ke publik kalau sebaliknya kebenaran tersebut justru dibungkam membuat kita menjadi tidak tahu fakta yang sebenarnya. Tanpa media yang bebas, demokrasi bisa perlahan menghilang juga.” -anonim
Kebijakan larangan siaran yang dikeluarkan KPI menuai kritik pedas. Secara hukum, surat edaran tersebut dinilai bermasalah karena bertentangan dengan UU Penyiaran yang justru menugaskan media untuk melakukan fungsi edukasi, informasi, dan pengawasan demokratis. Pembatasan terhadap siaran aksi publik ini dinilai melanggar prinsip dasar UUD 1945 yang melindungi kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers (lldikti kemdikbud, 2025). Kebijakan ini dikhawatirkan dapat membelenggu kebebasan pers, mengaburkan transparansi informasi publik, serta menggerus kepercayaan masyarakat terhadap media dan pemerintah.
Penyampaian pendapat merupakan hak asasi manusia yang dijamin konstitusi. Kebebasan berpendapat diatur dalam Pasal 28F UUD 1945, sementara Pasal 28E ayat (3) secara khusus menjamin hak setiap orang untuk berkumpul, berserikat, dan mengeluarkan pendapat. Adapun pengaturan lebih lanjut terdapat dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Undang-undang ini mengakui demonstrasi sebagai bentuk sah penyampaian pendapat di muka umum, bersama dengan pawai, rapat umum, dan mimbar bebas. Dengan demikian, unjuk rasa merupakan ekspresi yang dilindungi hukum.
Pada 30 Agustus 2025, platform media sosial pribadi milik masyarakat umum, seperti TikTok dan Instagram yang memiliki fitur live menghilang tidak bisa diakses. Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital, Alexander Sabar, menyatakan kementeriannya tidak memerintahkan pembatasan tersebut dan sedang meninjau kebijakan media sosial Tiktok yang membatasi fitur live terhadap penayangan aksi demonstrasi di Indonesia (Tempo.co, 2025). Selain media sosial, terdapat narasi bahwa CCTV di Jakarta mati saat demo berlangsung. Namun, Kepala Dinas Kominfotik DKI Jakarta Budi Awaluddin mengatakan itu tidak benar, hanya kerusakan terkena vandalisme (kumparan NEWS, 2025).
“Kalau akses ke informasi dibatasi, mereka jadi tidak dapat melihat realita secara utuh, apalagi berpikir kritis atau ambil sikap atas isu-isu yang terjadi. Tanpa kebebasan media generasi muda hanya akan hidup di gelembung informasi yang dikendalikan dan itu sangat berbahaya.” -anonim
Selain pembatasan media, AJI (Aliansi Jurnalis Independen) melaporkan berbagai kekerasan terhadap jurnalis. Beberapa kasus menonjol antara lain pemukulan jurnalis Antara dan Tempo, intimidasi terhadap jurnalis jurnas.com, penangkapan dan pemukulan jurnalis TV One, hingga penyiraman air keras terhadap jurnalis pers mahasiswa. Rangkaian kasus ini memperlihatkan bahwa represi tidak hanya terjadi pada arus informasi publik, tetapi juga secara langsung menyasar pekerja media (Aliansi Jurnalis Independen, 2025).
Kasus-kasus tersebut menambah daftar panjang kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Padahal di tengah gejolak politik-sosial yang memanas saat ini, publik membutuhkan liputan yang akurat, independen, dan dapat dipercaya.
● Bagaimana Respon Publik dan Perlawanan Digital? ●
“Diskusi dengan teman atau komunitas juga dapat membantu membuka perspektif baru. Selain itu, media sosial dapat menjadi sumber informasi tambahan, jika digunakan dengan hati-hati dan tetap melakukan verifikasi fakta. “-anonim
Pemblokiran fitur live memicu gelombang protes dan kritik keras dari netizen di berbagai platform media sosial (Purnawarman, 2025). Melalui unggahan, komentar, hingga tangkapan layar menjadi sarana masyarakat untuk menyuarakan penolakannya terhadap kebijakan di media sosial lain tersebut. Sebagian pengguna X menilai penangguhan fitur live sebagai bentuk pembungkaman suara rakyat di tengah aksi demonstrasi, bahkan menuduh adanya campur tangan pemerintah dalam keputusan itu.
adap kehidupan sosial manusia. Terdapat bagian masyarakat yang menahan dirinya (self-censorship) dalam menyikapi kejadian baru-baru ini. Dalam situasi represif, individu dapat memilih untuk menahan suaranya atau bahkan menghindari isu-isu sensitif karena takut mendapat konsekuensi negatif. Hal ini juga dapat berdampak dengan terhambatnya penyebaran informasi di ruang publik. Orang yang mengikuti perkembangan berita tidak menyuarakan dirinya, sehingga orang yang sedari awal tidak mengikuti atau bahkan tidak peduli akan semakin tidak paham terkait perkembangan berita.
Namun, terdapat bagian masyarakat yang memilih untuk semakin giat bersuara. Pembungkaman bukanlah masalah bagi mereka. Orang-orang mencari alternatif lain untuk menyuarakan dirinya di ruang publik. Semua ini didasarkan atas kesadaran sosial untuk menuntut hak dan perubahan, serta kepedulian terhadap sosial.
Pembungkaman pers pada demonstrasi Agustus-September 2025 di Indonesia juga memiliki konsekuensi psikologis. Bagi para jurnalis yang mengalami represi langsung, intimidasi aparat berupa penangkapan, pemeriksaan sewenang-wenang, hingga kekerasan fisik menimbulkan trauma dan rasa takut berkepanjangan (Aliansi Jurnal Independen, 2024). Kondisi ini menciptakan efek jangka panjang berupa self-censorship, dimana jurnalis menjadi ragu dan takut untuk meliput peristiwa-peristiwa sensitif karena khawatir akan mengalami represalia serupa.
Pembungkaman pers menciptakan kondisi ketidakpastian informasi yang menimbulkan kecemasan kolektif di masyarakat. Dengan terbatasnya akses ke media kredibel, publik beralih ke media sosial yang kebenarannya sering meragukan, sehingga menyesatkan masyarakat yang belum terliterasi dalam penggunaan media sosial (Aliansi Jurnal Independen, 2025). Akibatnya, tingkat stres dan kecemasan meningkat karena tidak dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang situasi yang sedang berlangsung.
Dampak psikologis lainnya adalah erosi kepercayaan publik terhadap institusi negara. Jika aspirasi rakyat dibungkam, yang tersisa hanya kemarahan yang menumpuk dan potensi konflik yang lebih besar di masa depan. Tindakan represif aparat justru memperlebar jurang ketidakpercayaan rakyat terhadap negara (Ahmad Chuvav, I., 2025). Dengan demikian, pembungkaman pers selama demonstrasi tidak hanya menimbulkan frustrasi immediate, tetapi juga menciptakan trauma kolektif yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap legitimasi pemerintah dan demokrasi dalam jangka panjang.
Aksi demonstrasi 25 Agustus–September 2025 memperlihatkan bagaimana praktik pembungkaman suara publik dan pers berimplikasi luas terhadap kehidupan demokrasi di Indonesia. Padahal, dalam konteks negara demokratis, kebebasan pers berfungsi sebagai instrumen kontrol sosial sekaligus jembatan informasi antara masyarakat dan negara. Ketika akses informasi kredibel dibatasi, justru muncul ketidakpastian, keresahan kolektif, serta potensi misinformasi yang lebih luas. Namun demikian, fenomena pembatasan ini tidak serta merta menghentikan perjuangan masyarakat. Justru, banyak elemen publik mencari jalur alternatif untuk menyuarakan tuntutan, baik melalui media sosial lain, aksi solidaritas lintas daerah, maupun demonstrasi lanjutan. Hal ini memperlihatkan bahwa represi seringkali justru melahirkan perlawanan yang lebih terorganisir.
Dengan demikian, kasus demonstrasi dan pembungkaman media pada 2025 menjadi refleksi penting tentang rapuhnya komitmen pemerintah terhadap prinsip transparansi, akuntabilitas, dan penghormatan hak asasi. Demokrasi tidak hanya diukur dari keberadaan regulasi di atas kertas, tetapi juga bagaimana negara menjamin pelaksanaannya tanpa menggerus ruang kebebasan sipil. Jika praktik pembungkaman terus berlanjut, maka krisis legitimasi dan konflik sosial berpotensi semakin membesar. Oleh karena itu, perlindungan terhadap kebebasan pers, ruang demokrasi yang sehat, serta transparansi informasi harus menjadi prioritas agar hubungan antara negara dan rakyat tidak semakin renggang, melainkan kembali dibangun atas dasar kepercayaan dan keadilan sosial.
● Apa kata mahasiswa? ●
“Sangat memprihatinkan dan menyayangkan jika terdapat pembungkaman media”
“...pembungkaman media dapat membuat para mahasiswa menjadi kurang dalam mendapatkan bahan untuk diskusi yang kritis. Hal ini dikarenakan jika informasi yang beredar sudah disaring atau dibatasi, dapat membuat sudut pandang yang mereka terima menjadi terbatas juga. Akhirnya, pembahasan di kampus dapat menjadi satu arah, kurang berani atau takut membahas hal-hal yang bersifat sensitif. “
“Isu kebebasan media sangat penting bagi generasi muda karena mereka adalah penerus bangsa yang membutuhkan informasi luas untuk membangun kesadaran sosial, politik, dan ekonomi. Karena kebebasan media menjadi sarana untuk memberikan atau menampilkan informasi yang ada. Dengan adanya kebebasan media semua orang akan dengan mudah bertukar informasi.”
“Akan sulit untuk mencari kebenaran karena banyak informasi yang dibungkam menjadikan mahasiswa atau semua orang ragu akan keabsahan dan muncul narasi manipulasi media yang ada. Adapun informasi yang dapat dipercaya hanya informasi dari pemerintah. Itupun hanya sedikit.”
“...peran mahasiswa dalam situasi pembungkaman media itu cukup krusial. Mahasiswa dapat menjadi agen perubahan dan suara alternatif di tengah keterbatasan informasi. Mereka juga dapat menyuarakan kebenaran lewat diskusi kritis, tulisan, media sosial, dan aksi-aksi damai lainnya. Selain itu, mahasiswa juga mempunyai peran untuk mengedukasi sesama tentang pentingnya kebenaran berekspektasi dan hak atas informasi.”
Daftar Pustaka
Aliansi Jurnalis Independen. (2025). Jurnalis Dibungkam: Kekerasan dan Intervensi Warnai Aksi 25-30 Agustus 2025.
Azzahra, F. (2025). Isu Pembungkaman Media Digital dan Fakta di Baliknya. lpmalmizan.
Antara. (2025). Cek fakta, pemerintah larang media untuk meliput aksi demo DPR.
Fajriadi, A. (2025). Alasan TikTok Nonaktifkan Fitur Live saat Demonstrasi Berlangsung. Tempo.co.
kumparanNEWS. (2025). Pemprov DKI: Puluhan CCTV Rusak-MRT Rugi Rp 2.9 Miliar Imbas Demo Ricuh.
Purnawarman. (2025). Aksi Massa Ricuh, TikTok Nonaktifkan Live Streaming, Hingga Minggu Masih Diblokir. iNews. https://lombok.inews.id/amp/632606/aksi-massa-ricuh-tiktok-nonaktifkan-live-streaming-sementara/all
Pasal Kebebasan berpendapat Dan Demo Yang Dilarang | Klinik Hukumonline. https://www.hukumonline.com/klinik/a/pasal-kebebasan-berpendapat-lt5837954be4c7a/
Mylitenotes.com. (n.d.). Kebebasan Pers Terancam, Larangan KPI Siarkan demo DPR Tuai Sorotan - website LLDIKTI Wilayah V. web counter free. https://lldikti5.kemdikbud.go.id/home/detailpost/kebebasan-pers-terancam-larangan-kpi-siarkan-demo-dpr-tuai-sorotan
Pembungkaman Persma Catatan Kaki Makassar: KKJ Indonesia Desak Rektor Universitas Hasanuddin Patuhi MoU Dewan Pers dan Hentikan Kriminalisasi | AJI - Aliansi Jurnalis Independen. (n.d.). https://aji.or.id/informasi/pembungkaman-persma-catatan-kaki-makassar-kkj-indonesia-desak-rektor-universitas
Jurnalis Dibungkam: Kekerasan dan Intervensi Warnai Aksi 25–30 Agustus 2025 | AJI - Aliansi Jurnalis Independen. (n.d.). https://aji.or.id/informasi/jurnalis-dibungkam-kekerasan-dan-intervensi-warnai-aksi-25-30-agustus-2025
BBC News Indonesia. (2025, August 19). Gaji dan tunjangan anggota DPR lebih Rp100 juta per bulan – “Tidak patut saat masyarakat kesulitan ekonomi.” https://www.bbc.com/indonesia/articles/cqle4p2gdnzo
Gazana Publika. (2025, August 21). Gaji DPR RI Tembus Rp100 juta Lebih, publik kritisi lonjakan tunjangan. https://www.gazanapublika.com/nasional/1712235-gaji-dpr-ri-tembus-rp100-juta-lebih-publik-kritisi-lonjakan-tunjangan
Mulyana, C. (2025, August 30). Kompilasi Pernyataan DPR soal Kenaikan Tunjangan yang Memicu Demonstrasi dan Tewaskan Affan. mediaindonesia.com, All Rights Reserved. https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/806453/kompilasi-pernyataan-dpr-soal-kenaikan-tunjangan-yang-memicu-demonstrasi-dan-tewaskan-affan
Mardianti, D. L., & Wibowo, E. A. (2025, August 31). Kronologi Demo Memprotes DPR hingga Meluas Berubah Penjarahan. Tempo. https://www.tempo.co/politik/kronologi-demo-memprotes-dpr-hingga-meluas-berubah-penjarahan-2065182
JACX, T. (2025, August 31). Cek Fakta, Pemerintah larang media Untuk Meliput Aksi Demo DPR. Antara News. https://www.antaranews.com/berita/5077521/cek-fakta-pemerintah-larang-media-untuk-meliput-aksi-demo-dpr
Sumarni. (2025, September 2). 5 Kronologi Demo Protes Tunjangan DPR Meluas Jadi Aksi Penjarahan Rumah Ahmad Sahroni cs. suara.com. https://www.suara.com/news/2025/09/02/100041/5-kronologi-demo-protes-tunjangan-dpr-meluas-jadi-aksi-penjarahan-rumah-ahmad-sahroni-cs
Agustine, J. (2025, September 3). Fitur Live TikTok dinonaktifkan saat unjuk rasa, dosen komunikasi UGM sebut bentuk pembatasan jurnalisme warga. Universitas Gadjah Mada. https://ugm.ac.id/id/berita/fitur-live-tiktok-dinonaktifkan-saat-unjuk-rasa-dosen-komunikasi-ugm-sebut-bentuk-pembatasan-jurnalisme-warga/
Alawi, A. (2025, September 13). Demo Agustus 2025: Alarm keras suara rakyat. NU Online. https://www.nu.or.id/opini/demo-agustus-2025-alarm-keras-suara-rakyat-uCzCG
